ASSALAMUALAIKUM

ASSALAMUALAIKUM-SELAMAT DATANG DI BLOG KAMI

Minggu, 19 September 2010

Syekh Abdul Qodir Jailani (Mankobah 8)


Diriwayatkan, Syekh Abdul qodir ditanya oleh seorang ikhwan, “Apakah pedoman dalam pandangan hidup beramal?” “Bagiku wajib benar pantang untuk berdusta”.
Diriwayatkan, pada waktu Syekh menginjak usia muda belia, berusia 18 tahun. Pada suatu hari yaitu hari arafah bagi kaum muslimin yang naik haji atau sehari sebelum hari raya Idul Adha, beliau pergi ke padang rumput menggembalakan seekor unta. Di tengah perjalanan, unta tersebut menoleh ke belakang dan berkata kepada beliau bahwa bukan beginilah tujuan hidup Syekh dilahirkan ke dunia ini. Peristiwa itu mengejutkan syekh, dan beliau kembali pulang. Sekembali di rumahnya, beliau naik ke atap rumahnya dan dengan mata batinnya beliau melihat suatu majelis yang amat besar di Arafah. Setelah itu Syekh memohon kepada ibunya agar ibunya suka membaktikan dirinya kepada Allah serta mengirimkannya untuk pergi ke Bagdad untuk meneruskan perjalanannya.
Seperti telah diketahui oleh umum, pada waktu itu Bagdadlah sebagai pusat kota ilmu yang terkenal oleh seluruh kaum muslimin dan didatangi oleh para pemuda, para siswa dari seluruh dunia Islam. Syekh Abdul Qodir Jailani berkeinginan keras untuk menambah ilmu dan meningkatkan kerohaniannya dalam bergaul dengan para wali lainnya beserta orang-orang suci di bagdad.
Kecintaan ibunya, rumah dan tempat kelahirannya, perjalanan yang sukar dan berbahaya serta jauh, lagipula akan berdiam di suatu tempat dimana tidak ada teman dan sanak famili, itu semua bagi syekh tidak menjadikan halangan atau mengurungkan niatnya untuk mencari tambahan ilmunya.
Ketika ibunya mendengar permohonan putranya itu, maka keluarlah air matanya mengingat dia sudah tua, dan suaminya (ayah Syekh Abdul Qodir) telah meninggal dunia, maka timbulah pertanyaan dalam hatinya, apakah dia akan dapat bertemu kembali dengan putranya yang ia cintai, yang ia didik dengan kasih mesra itu?
Akan tetapi karena ibunya itu adalah seorang wanita yang bersih hati dan selalu taat kepada Allah, maka dia tidak menghalangi kehendak putranya untuk berbakti kepada Allah dengan kebaktian yang sebesar-besarnya.
Setelah ibnunya menyetujui permohonan tadi dan mengijinkan untuk berangkat ke Bagdad, maka segeralah segala sesuatunya dipersiapkan. Uang bekal 40 keping dinar oleh ibunya dimasukan ke dalam baju putranya persis di bawah ketiaknya lalu dijahit agar tidak mudah hilang atau dicuri. Uang itu adalah warisan dari almarhum ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Kemudian Syekh Abdul Qodir menggabungkan diri pada suatu kafilah yang akan berangkat ke Bagdad.
Sebelum berpisah, ibunya meminta suatu janji dari putranya agar jangan berdusta dalam segala keadaan bagaimanapun juga, walaupun ibunya telah tahu benar, putranya itu sejak kecil tidak pernah berdusta.
Janji itu dipersembahkan kepada ibunya, dan Syekh berjanji untuk senantiasa mencamkan pesan tersebut, kemudian berpisahlah ibu dengan anak tersebut, kedua-duanya berpisah dengan hati yang amat berat.
Setelah beberapa hari kafilah berangkat, dan Syekh Abdul Qodir turut pula di dalamnya berjalan dengan selamat, maka tatkala kafilah itu hampir memasuki Kota Bagdad, di suatu tempat Hamdan namanya, tiba-tiba datang segerombolan perampok. Enam puluh orang penyamun berkuda merampok kafilah itu habis-habisan.
Semua perampok tadi tidak ada yang memperdulikan menganiaya atau bersikap bengis kepada Syekh Abdul Qodir karena beliau tampak begitu sederhana dan miskin. Mereka berprasangka bahwa pemuda itu tidak mempunyai apa-apa.
Kemudian ada salah seorang penyamun datang bertanya kepadanya, apa yang dia punyai. Dijawabnya bahwa dia mempunyai empat puluh keping dinar dijahit di bajunya. Penyamun tadi lalu lapor kepada pemimpinnya apa yang telah ia dengar dari pemuda itu. Lalu diperintahkan kepala penyamun tadi supaya pemuda itu dihadapkan kepadanya. Setelah syekh menghadap dan ditanya oleh kepala perampok itu, apakah benar apa yang telah dikatakan tadi. Dijawab oleh syekh bahwa benar apa yang telah diucapkan tadi.
Sang kepala penyamun lalu menyuruh mengiris jahitan bajunya dan setelah jahitan baju itu tersayat, maka keluarlah kepingan empat puluh dinar. Melihat uang itu hati penyamun tidak menjadi suka cita, tetapi terpesona sejenak, kemudian menanyakan lagi kepada Syekh Abdul Qodir Jailani apa sebabnya dia berkata sebenarnya. Dijawab  oleh Syekh Abdul Qodir dengan tenang, bahwa beliau berjanji kepada ibunya, tak akan berkata bohong pada siapapun dan dalam keadaan bagaimanapun juga, ditambahkannya jika ia bohong maka tidak akan bermakna upayanya dalam menimba ilmu agama.
Mendengar jawaban itu, kepala perampok tadi bercucuranlah air matanya dan menangis tersedu-sedu, karena ia merasa dalam hati kecilnya bahwa ia selama hidupnya terus-menerus telah melanggar perintah Tuhannya, sedang seorang pemuda ini tidak berani melanggar janji terhadap ibunya.
Lalu sang kepala perampok jatuh terduduk di kaki Syekh Abdul Qodir dan menyesali dosa yang pernah dilakukannya. Dia berjanji dengan sungguh-sungguh akan berhenti dari pekerjaan merampok yang diakuinya sendiri sebagai perbuatan yang hina dan jahat.
Kemudian kepala perampok tadi dengan anak buahnya mengembalikan semua barang-barang kepada rombongan kafilah, perjalanan dilanjutkan dengan selamat sampai ke Bagdad. Anak buah perampok seluruhnya mengikuti jejak langkah pemimpinnya. Kembalilah mereka kedalam masyarakat biasa mencari nafkah dengan halal dan jujur.
*Diriwayatkan, kepala perampok itu menjadi murid pertamanya.

Kamis, 16 September 2010

Sejarah dan arti Ketupat

Selama sebulan penuh kita telah melaksanakan ibadah puasa ramadhan dengan memerangi hawa nafsu yang berada dalam diri kita yaitu dengan menghindari segala sesuatu yang akan membatalkan ibadah puasa tersebut. disadari atau tidak, puasa pada dasarnya merupakan wahana candradimuka sebagai proses pendidikan dan pelatihan terhadap kecerdasan afektif yaitu dengan mengontrol emosi serta mendorong kita untuk lebih bergairah dalam bekerja dan beribadah. seseorang yang telah berhasil dalam menjalankan ibadah puasa, maka akan dikembalikan kondisinya dalam keadaan fitrah  yaitu suci bersih seperti bayi yang baru lahir ke dunia. itulah sebabnya momentum berakhirnya bulan ramadhan dinamakan dengan hari raya idul fitri.
Sudah menjadi tradisi bahwa perayaan hari raya idul fitri biasanya ditandai dengan istilah pukul beduk-belah ketupat. namun tidak banyak orang yang mengetahui sejarah dan makna filosofis dari ketupat yang biasa kita hidangkan. adalah seorang wali dari tanah jawa yang bernama sunan kalijaga yang mula-mula memperkenalkan tradisi ini, ketupat berasal dari bahasa jawa yaitu kupat yang berarti ngaku lepat (mengakui kesalahan). simbol kesalahan juga ditunjukan dengan bentuk anyaman ketupat yang berbelit-belit yang menunjukan betapa rumitnya dosa-dosa yang telah kita buat. sehingga menghidangkan ketupat kepada tamu yang berkunjung berarti kita telah mengakui kesalahan dan menyampaikan permohonan maaf, sebaliknya tamu yang berkunjung diwajibkan untuk menikmati hidangan tersebut sebagai simbol telah memaafkan kesalahan saudaranya itu, hal ini ditandai dengan warna ketupat yang putih ketika dibelah. warna putih menunjukan seseorang yang kembali suci, bersih dari berbagai dosa.
Ketupat dibungkus dengan daun kelapa yang dalam bahasa jawa dinamakan janur (sejatining nur), ini berarti manusia kembali kepada ruhnya yang hakiki, yaitu kembali kepada fitrahnya. itulah sebabnya ketupat berbentuk persegi empat yang melambangkan insan yang kafah karena telah berhasil mengendalikan 4 jenis nafsu manusia, yaitu nafsu mutmainah, nafsu supiah, nafsu amarah dan nafsu lawwamah.
Tradisi makan ketupat biasanya diiringi dengan opor ayam. opor memakai bahan baku santan yang dalam bahasa jawa disebut santen yang dipelesetkan menjadi pangapunten. sehingga lahir istilah “makan kupat pake santen” yang berarti “bilih aya lepat nyuhunkeun dihapunten”.

Rabu, 15 September 2010

Syekh Abdul Qodir Jailani (Mankobah 7)

Syekh Abu Abdillah Muhammad Al-Hirowi meriwayatkan bahwa saya berkhidmat menjadi mitra dan mendampingi Syekh Abdul Qodir selama empat puluh tahun lamanya. Selama itu, saya (Syekh Abu Abdillah) menyaksikan beliau bila sholat subuh naya dicukupan dengan wudu sholat isya, artinya beliau tidak batal.
Seusai sholat lalu Syekh masuk kamar menyendiri sampai waktu sholat Subuh. Para pejabat pemerintah banyak yang datang untuk bersilaturahmi, tapi kalau datangnya malam hari tidak bisa bertemu dengan beliau terpaksa mereka harus menunggu sampai waktu subuh.
Pada suatu malam saya mendampingi beliau, sekejap mata pun saya tidak tidur, saya menyaksikan sejak sore hari beliau melaksanakan sholat dan pada malam harinya dilanjutkan dengan berzikir, lewat sepertiga malam lalu beliau membaca : Almuhitur robbus syahidul habii-bul fa’alul khollaqul bariul mushowwir.
Tampak badannya bertambah kecil sampai mengecil lagi, lalu badannya berubah menjadi besar dan bertambah besar, lalu naik tinggi ke atas meninggi bertambah tinggi lagi sampai tidak tampak dari pemandanga. Sejurus kemudian beliau muncul lagi berdiri melakukan sholat dan pada waktu sujud sangat lama sekali. Demikianlah beliau bersholat semalam suntuk, dari dua pertiga malam harinya, lalu beliau menghadap kiblat sambil membaca do’a.
Tiba-tiba terpancarlah sinar cahaya menyoroti arah beliau dan badannya diliputi sinar cahaya dan tidak henti-hentinya terdengar suara yang mengucapkan salam sampai terbit fajar.

Syekh Abdul Qodir Jailani (Mankobah 6)

Pada waktu Syekh Abdul Qodir memasuki Negara Irak, beliau ditemani oleh Nabi Khidir a.s., pada waktu Syekh belum kenal bahwa itu Nabi Khidir a.s., Syekh dijanjikan oleh Nabi Khidir, tidak diperbolehkan mengingkari janji sebab kalau ingkar janji bisa berpisah. Kemudian Nabi Khidir a.s. berkata :”Duduklah engkau disini ! Maka duduklah Syekh pada tempat yang ditunjukan oleh Nabi Khidir a.s. selama 3 tahun. Setiap tahunnya Syekh dikunjungi oleh Nabi Khidir a.s. satu kali sambil berkata :”Janganlah engkau meninggalkan tempat ini sebelum aku datang padamu !”

Syekh Abdul Qodir Jailani (Mankobah 5)

Pakaian Syekh Abdul Qodir yaitu jubah dari bulu domba yang kasar, di kepala beliau dililitkan sehelai kain. Dikala beliau berjalan walaupun jalan yang dilaluinya banyak durinya jarang beralas kaki, tidak memakai terompah apalagi bersepatu.
Makanannya cukup hanya makan buah-buahan dan dedaunan. Dan kebiasaan beliau, tidak tidur dan tidak minum air kecuali hanya sedikit saja, dan pernah dalam waktu yang lama beliau tidak makan, kemudian beliau berjumpa dengan seseorang yang memberikan sebuah pundi-pundi berisikan sejumlah uang dirham. Sebagai pemberian hormat kepada pemberinya, beliau mengambil sebagian uang tadi untuk memberli roti dan bubur, kemudian duduklah beliau untuk memakannya.
Tiba-tiba ada sepucuk surat yang tertulis demikian : Innama juilatissyahawaa-tu lidu’afai ‘iibadii liyasta’innu biha’alat-thoati wa ammal aqwiya fama lahumus-syahawatu (Sesungguhnya syahwat itu adalah untuk hamba-hamba-Ku yang lemah, untuk menunjang berbuat taat. Adapun orang-orang yang kuat itu seharusnya tidak punya syahwat keinginan).
Maka setelah membaca surat tersebut beliau tidak jadi makan. Kemudian beliau mengambil sapu tangannya, terus meninggalkan makan roti dan bubur tadi. Lalu beliau menghadap kiblat serta sholat dua rokaat. Setelah sholat, beliau mengerti bahwa dirinya masih diberi pertolongan oleh Allah SWT dan hal itu merupakan ujian bagi beliau.

Syekh Abdul Qodir Jailani (Mankobah 4)

Akhlak, pribadi Syekh Abdul Qodir Jailani sangat takwa disebabkan sangat takutnya kepada Allah, hatinya luluh, air matanya bercucuran. Do’a permohonannya diterima Allah. Beliau seorang dermawan berjiwa sosial, jauh dari perilaku buruk dan selalu dekat dengan kebaikan. Berani dam kokh dalam mempertahankan hak, selalu gigih dan tegar dalam menghadapi kemungkaran. Beliau pantang sekali menolak orang yang meminta-minta, walau yang dimintanya pakaian yang sedang beliau pakai. Sifat dan watak beliau tidak marah karena hawa nafsu, tidak memberi pertolongan kalau bukan karena Allah.
Beliau diwarisi akhlak Nabi Muhammad SAW, wajahnya tampan setampan Nabi Yusuf a.s. Benarnya (siddiq) dalam segala hal sama dengan benarnya Sayyidina Abu Bakar. Adilnya, keadilan Umar bin Khattab.Kesabarannya adalah kesabaran Sayidina Utsman bin Affan. Kegagahan dan keberaniannya, berwatak kegagahan Sayyidina Ali bin Abi Tholib Karomallohu Wajhahu.

Syekh Abdul Qodir Jailani (Mankobah 3)

Syekh Abdul Qodir dalam menuntut ilmu berusaha mencari guru-guru yang sudah pakar dalam ilmunya. Beliau mempelajari serta memperdalam bermacam-macam disiplin ilmu diantaranya disiplin ilmu syariah.
Seluruh gurunya mengungkapkan tentang kecerdasan Syekh. Beliau belajar ilmu Fikih dari Abil Wafa Ali bin Akil. Dari Abi Ali Khotob Al Kaludiani dan Abi Husein Muhammad bin Qodi. Ditimbanya ilmu adab dari Abi Zakaria At-Tibrizi. Ilmu Torekat dipelajarinya dari Syekh Abi Khoir Hamad bin Muslim bin Darowatid Dibbas.
Sementara itu, beliau terus menerus meraih pangkat yang sempurna, berkat rahmat Allah Yang Maha Esa sehingga beliau menduduki pangkat tertinggi. Dengan semangat juang yang tinggi, disertai kebulatan tekad yang kuat beliau berusaha mengekang serta mengendalikan hawa nafsu keinginannya. Beliau berkhalwat di Irak dua puluh tahun lamanya, dan tidak berjumpa dengan siapa pun.